Surah Al Maun adalah surat ke-107 dalam Al Quran, dan menurut mayoritas mazhab surat ini tergolong ke dalam surat Makkiyah, karena turun pada fase dakwah Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam di Makkah.
Isi dari surah Al Maun adalah tentang kritik terhadap orang-orang yang tidak peduli kepada anak yatim dan orang-orang lemah, serta yang orang yang lalai terhadap hakikat salat.
Hakikat surah Al Maun adalah kritik yang ditujukan pada orang-orang yang mengaku beragama Islam, namun sikap dan tindakannya tidak mencerminkan pengakuannya sebagai umat Islam. Dan orang-orang seperti itulah yang termasuk dalam pembohong agama.
Sedangkan pendapat lain menyebut bahwa istilah ini berasal dari kata ma’unah, yang artinya pertolongan. Al Maun dalam surah tersebut maksudnya adalah sedekah, harta benda, kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain yang mengacu pada sesuatu yang sangat dibutuhkan meski hanya sedikit.
Dalam artikel berikut, merdeka.com akan sampaikan bacaan ayat surah Al Maun beserta asbabun nuzul dan tafsirnya.
اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ
a ra'aitallażī yukażżibu bid-dīn
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1)
فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ
fa żālikallażī yadu''ul-yatīm
Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, (2)
وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ
wa lā yaḥuḍḍu 'alā ṭa'āmil-miskīn
dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. (3)
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ
fa wailul lil-muṣallīn
Maka celakalah orang yang salat, (4)
الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ
allażīna hum 'an ṣalātihim sāhụn
(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya, (5)
الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ
allażīna hum yurā'ụn
yang berbuat ria, (6)
وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ
wa yamna'ụnal-mā'ụn
dan enggan (memberikan) bantuan. (7)
Asbabun Nuzul Surah Al Maun
Asbabun nuzul adalah ilmu yang mempelajari tentang latar belakang atau sebab-sebab ayat Al Quran turun. Dalam surah Al Maun, ayat 1 sampai 3 berkaitan dengan kisah Abu Sufyan yang didatangi oleh anak yatim untuk meminta susu unta, menurut dream.co.id. Namun, sikap Abu Sufyan bukannya memberi, tapi malah mengusir anak yatim tersebut.
Dalam buku Tafsir Nurul Qur’an oleh Allamah Kamal Faqih Imani yang terbit pada tahun 2006, diterangkan kisah dari Abu Sufyan tersebut,
“Abu Sufyan biasa membunuh dua unta besar setiap hari untuk disantap bersama kaumnya. Namun, pada suatu hari ada seorang anak yatim mendatangi pintunya dan meminta pertolongan. Alih-alih mendapat pertolongan, Abu Sufyan malah memukul anak yatim itu dengan tongkat dan mengusirnya”.
Ayat selanjutnya, yaitu surah Al Maun ayat 4 sampai 7 berkaitan dengan sifat orang-orang munafik yang suka pamer dalam ibadah salatnya, dan kikir atau bakhil ketika memberi pinjaman.
Asbabun nuzul dari surah Al Maun lain diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir. Pada waktu itu, orang-orang munafik gemar memperlihatkan ibadah yang mereka lakukan di hadapan orang lain agar mendapatkan citra positif dari orang lain dan dianggap sebagai muslim yang taat. Padahal sejatinya, mereka hanya bertindak palsu. Ibadah yang mereka pamerkan tidak akan dilakukan ketika tidak ada orang yang melihatnya. Begitu pun ketika mereka hendak memberikan bantuan kepada orang miskin dan anak yatim.
Tafsir Surah Al Maun
Ayat 1
Dikutip dari rumaysho.com, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan 'ad diin' di penghujung ayat pertama surah Al Maun adalah hari pembalasan. Sehingga jika diartikan: “Tahukah kamu orang yang mendustakan hari pembalasan?” Beliau lalu menjelaskan bahwa ayat pertama ini ditujukan pada mereka yang mengingkari hari kebangkitan.
Ayat 2-3
Setelah menyebut tentang orang yang mendustakan hari pembelasan, lalu disebutkan ayat kedua dan ketiga yang artinya,
“Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Dalam dua ayat tersebut, dijelaskan:
- Tidak memiliki kasih sayang pada anak yatim yang seharusnya patut dikasihi. Anak yatim adalah anak yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh (dewasa) sehingga mereka patut dikasihi karena mereka telah kehilangan orang tua yang mengasihinya. Namun, yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang yang menghardik anak yatim, di mana ketika anak yatim tersebut datang, mereka menolaknya.
- Tidak mengasihi orang lain, seperti misalnya fakir miskin. Padahal, kita tahu fakir dan miskin sangat butuh makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini justru mendorong untuk tidak memberikan makan pada orang miskin karena hatinya yang telah keras. Jadi intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat ini adalah yang hatinya benar-benar keras.
Ayat 4-5
Kemudian, ayat berikutnya kembali menyebutkan sifat mereka lagi, yaitu yang lalai pada salatnya. Ibnu ‘Abbas berkata bahwa yang dimaksud di sini adalah orang-orang munafik yang mereka sholat ketika ada banyak orang, namun enggan ketika sendirian. (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691)
Yang dimaksud lalai dari sholat bisa mencakup beberapa pengertian:
- Lalai dari mengerjakan salat.
- Lalai dari pengerjaannya dari waktu yang ditetapkan oleh syari’at, malah mengerjakannya di luar waktu yang ditetapkan.
- Bisa juga bermakna mengerjakan sholat selalu di akhir waktu.
- Ada pula yang memaknai lalai salat adalah tidak memenuhi rukun dan syarat salat sebagaimana yang diperintahkan.
- Lalai dari salat bisa bermakna tidak khusyu’ dan tidak merenungkan yang dibaca dalam salat.
Lalai dari salat mencakup semua pengertian di atas. Jika seseorang memiliki seluruh sifat tersebut, maka semakin celakalah dirinya dan semakin sempurna nifak ‘amali padanya (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691-692).
Ayat 6
Selanjutnya, ayat 6 dari surah Al Maun menyebutkan sifat riya', yaitu orang yang ingin amalannya dilihat oleh orang lain, sehingga tidak ikhlas karena Allah SWT.
Ibnu Katsir mengatakan, “Barangsiapa yang –awalnya- melakukan amalan lillah (ikhlas karena Allah), kemudian amalan tersebut nampak di hadapan manusia lalu ia pun takjub, maka seperti itu tidak dianggap riya’.”
Di antara tanda orang yang riya’ dalam sholat adalah:
- Seringnya mengakhirkan waktu salat tanpa ada udzur
- Melaksanakan ibadah dengan malas-malasan.
Ayat 7
Dalam ayat terakhir, para ulama tafsir memiliki perbedaan pendapat dalam mendefinisikan kalimat yamna’unal maa’uun. Namun, semuanya kembali pada satu makna, yaitu yamna’unal maa’uun adalah enggan menolong orang lain dengan harta atau sesuatu yang bermanfaat. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 473).
Dalam riwayat dari ‘Abdullah, ia berkata,
“Kami menganggap al maa’uun di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang berkaitan dengan ‘aariyah (yaitu barang yang dipinjam) berupa timba atau periuk.” (HR. Abu Daud no. 1657, hasan kata Syaikh Al Albani) (mdk/ank)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Tafsir Jalalain- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar