Langsung ke konten utama

Makna Tanggung Jawab Dalam Islam

Makna Tanggung Jawab Dalam Islam

Para ulama sependapat bahwa di hari kelak para nanti, Allah akan meminta kepada para orang tua untuk mempertanggung jawabkan atas anak mereka.  Para orang tua yang mendidik dan memberikan pemahaman kepada anak dengan akhlak yang baik, niscaya merekalah orang orang yang akan ditolong oleh amal dan perbuatan anak mereka di hari nanti, dan begitu pula bagi mereka yang mendidik dan menanamkan akhlak yang tidak baik ke dalam diri anak maka niscaya mereka akan mempertanggung jawabkan segala yang telah mereka tanamkan.

Dalam ajaran islam, anak adalah sebuah anugerah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada keluarga yang telah dikehendaki dan keluarga yang telah dikehendaki-NYA telah diberikan tanggung jawab untuk merawat, mendidik, menafkahi dan membesarkan setiap anak anak mereka.

Oleh karena itu, kita temukan bahwa Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallam memikulkan tanggung jawab pendidikan anak ini secara utuh kepada kedua orang tua. Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyaallaahu ‘anhu bahwa dia berkata,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ

“Aku mendengar Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Seorang imam adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas keluarga yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pelayan adalah pemimpin terhadap harta milik tuannya dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan akan bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Sampai-sampai Rasulullah shallallaahu’alaihi ‘alaihi wa sallam meletakkkan kaidah mendasar yang kesimpulannya adalah  seorang anak itu tumbuh dan berkembang mengikuti agama kedua orang tuanya. Keduanyalah yang memberikan pengaruh yang kuat terhadapnya.

Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah radhiyaallaahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ

“Tiada seorang bayi pun yang lahir melainkan dia dilahirkan di atas fitrah. Lalu kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, atau Majusi atau Nasrani; seperti binatang yang melahirkan binatang yang sama secara utuh. Adakah kamu menemukan adanya kebuntungan?” Kemudian Abu Hurairah radhiyaallaahu ‘anhu membaca firman Allah:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّم

Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus. (Ar-Ruum: 30)

Allah telah memerintahkan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, mendorong mereka untuk itu dan memikulkan tanggung jawab kepada mereka . Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.  (At-Tahriim: 6)

Fakhrur Razi dalam tafsrinya mengatakan, “Peliharalah dirimu,” yaitu dengan cara menjauhi segala yang dilarang oleh Allah untuk kamu kerjakan.” Sedangkan Muqatil mengatakan, “Maksudnya, setiap muslim harus mendidik diri dan keluarganya dengan cara memerintahkan mereka untuk mengerjakan kebaikan dan melarang mereka berbuat kejahatan.” Sementara itu Imam Zamakhsyari dalam tafsir Al-Kassyaaf menafsirkan, “Periharalah dirimu,” yaitu dengan cara meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan dan melaksanakan ketaatan-ketaatan; “dan keluargamu,” adalah dengan cara memperlakukan mereka sebagaimana kalian memperlakukan dirimu sendiri.” [2]

Imam Ghazali rahimahullah dalam risalah beliau yang berjudul Ayyuhal Walad mengatakan bahwa makna tarbiyah (pendidikan) serupa dengan pekerjaan seorang petani yang membuang duri dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan asing atau rerumputan yang mengganggu tanaman agar ia bissa tumbuh dengan baik dan membawa hasil yang maksimal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Kesenjangan Sosial: Bentuk, Faktor, Dampak, dan Solusinya

Pengertian Kesenjangan Sosial: Bentuk, Faktor, Dampak, dan Solusinya  Kesenjangan sosial merupakan suatu kondisi dimana ada hal yang tidak seimbang di dalam kehidupan masyarakat. Entah itu secara personal maupun kelompok. Dimana ada ketimpangan sosial yang terbentuk dari sebuah ketidakadilan distribusi banyak hal yang dianggap penting oleh masyarakat. Kesenjangan tersebut seringkali dikaitkan dengan adanya suatu bentuk perbedaan yang sangat nyata serta dapat dilihat dalam segi keuangan masyarakat, seperti kekayaan harta. Terlebih untuk hal kesenjangan dalam bidang ekonomi. Sekarang ini sangat mudah dilihat dari adanya potensi serta peluang yang tidak sama dalam posisi sosial di masyarakat. Selain hal di atas, kesenjangan juga dapat dilihat dari adanya ketidaksetaraan antara barang, jasa, hukum, dan kesempatan yang didapatkan oleh setiap individu. Pengertian Kesenjangan Sosial Menurut Para Ahli Supaya kita lebih memahami apa arti kesenjangan sosial. Maka Penulis akan memberikan informas

Islam Dan Pancasila

Islam Dan Pancasila Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Membuat kategori antara Islam dan Pancasila sebagaimana dalam judul tulisan ini sebenarnya kurang tepat. Ketika membuat kategori dengan menyebut Islam, maka yang seharusnya disebut pula adalah jenis agama lain, misalnya Hindu, Budha, Kristen, Katholik, dan seterusnya. Sementara itu, ketika menyebut pancasila, maka yang disebut lainnya, agar kategori itu sekufu, adalah sosialis, komunis, liberalis, dan lain-lain. Islam adalah sebuah agama, sementara itu Pancasila adalah merupakan filsafat hidup dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dalam negara Pancasila, Islam bisa hidup dan berkembang, bahkan sangat diperlukan. Demikian pula, konsep Pancasila akan menjadi semakin jelas ketika masyarakatnya menjalankan agamanya masing-masing. Mendasarkan pada konsep Pancasila, negara berkepentingan menjadikan rakyatnya beragama. Itulah sebabnya sekalipun negara ini bukan berdasarkan agama, tetapi menghendaki agar rakyatnya menjalanka

Pengertian Masyarakat Serta Ciri dan Unsur - Unsurnya Menurut Para Ahli

Pengertian Masyarakat Menurut Para Ahli Serta Ciri & Unsur-Unsurnya Ada beragam pengertian masyarakat menurut para ahli sosiologi dan antropologi. Selain itu, setidaknya ada 6 ciri-ciri masyarakat. Berikut selengkapnya. Pengertian masyarakat dalam ilmu sosial bisa dilihat dalam penjelasan sejumlah ahli, baik dari disiplin ilmu antropologi maupun sosiologi. Manusia hidup beriringan dengan kebudayaan. Dengan berkelompok, manusia berhasil membentuk satuan sosial-budaya yang kemudian mendapat sebutan masyarakat. Istilah "masyarakat" berasal dari bahasa Arab, yakni berakar dari kata " syaraka"  yang berarti "ikut serta, berpartisipasi." Sementara di bahasa Inggris, istilah "masyarakat" disebut dengan " society " yang berasal dari kata latin "socius," berarti "kawan." Pengertian Masyarakat Salah satunya penjelasan ahli antropologi Indonesia, Koentjaraningrat. Dalam buku karyanya yang berjudul  Pengantar Ilmu Antropolog