Tafsir Surah Al-Muzzammil ayat 1-8 berisi tentang amalan-amalan yang diperintahkan Allah, yakni bangun di sepertiga malam untuk melaksanakan shalat, membaca Alquran dengan tartil dan senantiasa mengingat Allah baik itu dengan bertakbir, bertahmid dan lain sebagainya.
Ayat 1-2
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad yang sedang berselimut supaya mendirikan salat pada sebagian malam. Seruan Allah kepada Nabi Muhammad ini didahului dengan kata-kata “Hai orang yang berselimut”.
Ayat 3
Allah menerangkan maksud perkataan sebagian yang terdapat dalam ayat sebelumnya, yaitu separuh atau lebih. Allah menyerahkan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu melakukan salat malam. Ia dapat memilih antara sepertiga, seperdua, atau dua pertiga malam. Allah memberi kebebasan kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu-waktu tersebut.
Sepertiga malam menurut waktu Indonesia ialah kira-kira antara jam 10 dan jam 11 malam, seperdua malam ialah waktu antara jam 12 dan 1 malam dan dua pertiga malam ialah waktu antara jam 2 dan 3 sampai sebelum fajar.
Ayat 4
Dalam Tafsir Surah Al-Muzzammil ayat 1-8 khususnya ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya membaca Al-Qur’an secara seksama (tartil). Maksudnya ialah membaca Al-Qur’an dengan pelan-pelan, bacaan yang fasih, dan merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati. Perintah ini dilaksanakan oleh Nabi saw. ‘Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw membaca Al-Qur’an dengan tartil, sehingga surah yang dibacanya menjadi lebih lama dari ia membaca biasa.
Dalam hubungan ayat ini, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mugaffal, bahwa ia berkata:
رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ عَلَى نَاقَتِهِ يَقْرَأُ سُوْرَةَ الْفَتْحِ فَرَجَّعَ فِيْ قِرَاءََتِهِ. (رواه البخاري ومسلم عن عبدالله بن مغفّل)
Aku melihat Rasulullah saw pada hari penaklukan kota Mekah, sedang menunggang unta beliau membaca Surah al-Fath di mana dalam bacaan itu beliau melakukan tarji’ (bacaan lambat dengan mengulang-ulang). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Abdillah bin Mugaffal)
Pengarang buku Fathul Bayan berkata, “Yang dimaksud dengan tartil ialah kehadiran hati ketika membaca, bukan asal mengeluarkan bunyi dari tenggorokan dengan memoncong-moncongkan muka dan mulut dengan alunan lagu, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan pembaca-pembaca Al-Qur’an zaman sekarang. Membaca yang seperti itu adalah suatu bacaan yang dilakukan orang-orang yang tidak mengerti agama.”
Membaca Al-Qur’an secara tartil mengandung hikmah, yaitu terbukanya kesempatan untuk memperhatikan isi ayat-ayat yang dibaca dan di waktu menyebut nama Allah, si pembaca akan merasakan kemahaagungan-Nya. Ketika tiba pada ayat yang mengandung janji, pembaca akan timbul harapan-harapan, demikian juga ketika membaca ayat ancaman, pembaca akan merasa cemas.
Sebaliknya membaca Al-Qur’an secara tergesa-gesa atau dengan lagu yang baik, tetapi tidak memahami artinya adalah suatu indikasi bahwa si pembaca tidak memperhatikan isi yang terkandung dalam ayat yang dibacanya.
Ayat 5
Ayat ini menerangkan bahwa Allah akan menurunkan Al-Qur’an kepada Muhammad saw yang di dalamnya terdapat perintah dan larangan-Nya. Hal ini merupakan beban yang berat, baik terhadap Muhammad saw maupun pengikutnya. Tidak ada yang mau memikul beban yang berat itu kecuali orang yang mendapatkan petunjuk dari Allah.
Ayat 6
Ayat ini menegaskan bahwa ibadah yang dilakukan pada malam hari terasa lebih berkesan dan mantap, baik di hati maupun di lidah, sebab bacaan ayat-ayat itu lebih jelas dibandingkan bacaan pada siang hari di saat manusia sedang disibukkan oleh urusan-urusan kehidupan duniawi.
Ayat 7
Ayat ini memerintahkan supaya Nabi Muhammad dapat membedakan antara suasana melakukan ibadah pada siang hari dan malamnya, saat ketenangan jiwa bermunajat kepada Tuhan, menghendaki kebebasan pikiran. Kesibukan yang terdapat pada siang hari membuat perhatian beliau tidak terfokus kepada kesibukan menjalankan risalah Tuhan.
Ayat 8
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya senantiasa mengingat-Nya, baik siang maupun malam, dengan bertasbih, bertahmid, bertakbir, salat, dan membaca Al-Qur’an. Dengan demikian, ia dapat melenyapkan dari hatinya segala sesuatu yang melalaikan perintah-perintah Allah.
(Tafsir Kemenag)
Komentar
Posting Komentar