Kehendak Tuhan
Kehendak Tuhan, adalah manifestasi keber'ada'an Tuhan. Kehendak Tuhan merupakan ketetapan Tuhan terhadap segala hal yang berada di alam semesta, termasuk pula kehidupan manusia.
Contoh kehendak Tuhan sebagai berikut, gravitasi, air mengalir dari atas ke bawah, termasuk segala hukum yang mengatur interaksi segala hal di alam semesta.
Kehendak Tuhan juga termanifestasi dalam dunia gaib. Hubungan antara makhluk gaib dengan sesamanya dan dengan manusia diatur oleh kehendak Tuhan. Di dunia modern saat ini, kehendak Tuhan dinamakan pula sebagai hukum alam. Namun kehendak Tuhan tak terbatas hanya pada benda-benda fisik di alam semesta. Hubungan antar manusia yang sangat dinamis pun memiliki hukum-hukumnya sendiri. Dengan kata lain, kehendak Tuhan juga termanifestasi dalam hukum-hukum yang mengatur hubungan antar manusia.
Upaya mengetahui kehendak Tuhan dalam Islam disebut makrifatullah. Saat ini kebanyakan umat Islam dan umat agama lain melihat upaya mengenal Tuhan hanya dalam perspektif spiritual semata dan melupakan sisi ilmu dan pengetahuan.
Kehendak Allah atau Iradah Allah adalah salah satu sifat dari sifat-sifat Allah di dalam akidah Islam dan termasuk Rububiyah-Nya (Lordship). Allah berkehendak akan terjadinya (atau tidak terjadinya) sesuatu terhadap makhluknya. Memahami kehendak Allah ini merupakan bagian dari beriman kepada takdir Allah, Qadha dan Qadar-Nya. Umat Islam meyakini bahwa segala yang terjadi di alam ini adalah dalam kehendak dan dengan sepengetahuan Allah,[1] dan tidak ada satupun peristiwa yang terjadi di luar kehendak Allah dan Allah tidak mengetahuinya. Allah melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.[2] Dia tidaklah mewujudkan sesuatu kecuali sebelumnya telah menghendaki-Nya. Apapun yang dikehendaki-Nya dan dilakukan-Nya adalah selalu bersifat baik dan terpuji, sedangkan perbuatan ciptaannya kadang perbuatan terpuji dan kadang tercela.[3]
Barangsiapa meyakini bahwa manusia melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri tanpa adanya kehendak takdir Allah, atau bahwa Allah hanya menciptakan kebaikan namun tidak menakdirkan kejahatan, maka orang tersebut sama saja mengatakan adanya pencipta lain selain Allah, yaitu pencipta kejahatan.[4]
Jenis kehendak Allah
Kehendak Allah di dalam Islam terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
Iradah Kauniyah Qadari (Masyiah; Kehendak yang pasti terjadi)
Iradah Kauniyah Qadari, kehendak Kauni atau Masyiah adalah kehendak Allah terhadap perbuatan-Nya, baik yang dikehendaki-Nya dan dilakukan-Nya tersebut disukai-Nya ataupun dibenci-Nya. Iradah Kauniyah adalah kehendak Allah yang pasti terjadi pada seluruh makhluknya secara mutlak,[5][6] tidak ada pilihan lain bagi makhluknya kecuali takdir ini harus terjadi.[7] Iradah Kauni terjadi pada seluruh makhluknya, baik kepada hamba-Nya yang dicintai-Nya maupun yang dibenci-Nya, makhluk yang beriman maupun yang ingkar (kafir).[8] Allah berkehendak untuk memberi petunjuk dan juga menyesatkan hamba yang dikehendakinya.[9] Allah menakdirkan kebaikan dan kecelakaan bagi makhluknya. Allah menghendaki adanya hamba yang kaya atau miskin, sehat atau sakit, cantik atau cacat, raja atau rakyat, beriman atau kafir.[10] Semua terjadi karena hikmah-Nya[11] dan agar terjadi interaksi kehidupan di muka bumi. Segala yang telah terjadi dalam sejarah dunia kita adalah kehendak Kauni Allah yang telah dan pasti terjadi, dan tidak akan ada dunia aternatif (Alternate world/realitas alternatif).[12]
Sebagian contoh Iradah Kauniyah:
- Secara Kauni, Allah menghendaki (menakdirkan) Abu Bakar beriman kepada ajaran Nabi Muhammad ﷺ, dan Allah menyukai keimanan Abu bakar tersebut.
- Allah menakdirkan Iblis membangkang perintah-Nya untuk sujud terhadap Adam, dan Allah membenci tindakan Iblis tersebut.
- Allah menakdirkan kebanyakan manusia membangkang perintah-Nya dan Dia membenci pembangkangan tersebut.
- Allah menakdirkan kelahiran dan tidak ada yang mampu menolak untuk dilahirkan, dan menakdirkan kematian tidak ada yang mampu menghindari kematian.
- Allah secara kauni menakdirkan seluruhnya, seluruh tindakan manusia, penyakit, bencana alam, penciptaan Malaikat dan Iblis, adanya kebaikan dan kejahatan.
Iradah Syari’yah Diniyah (Kehendak yang tidak mesti terjadi)
Iradah Syar’iyah Diniyah atau Kehendak Syar’i adalah kehendak Allah dalam perintah agama-Nya, Iradah Syar’iyah adalah kehendak Allah yang tidak mengharuskan terjadinya apa yang diinginkan-Nya dan dicintai-Nya, hal ini dikarenakan Allah memberikan pilihan (free will) bagi manusia untuk taat atau untuk menolak.[13][14] Allah menyukai kehendaknya ini untuk dilaksanakan makhluknya dan membenci apabila kehendaknya ini dilanggar. Barangsiapa yang menuruti kehendak syar’i ini diberi pahala dan dijanjikan Surga sedangkan yang menolak berdosa dan terancam Neraka. Iradah Syar’i hanya terjadi kepada hambanya yang dicintai-Nya yaitu hambanya yang beriman. Allah senang bila mereka mendapat petunjuk dan bersyukur, dan tidak ridha apabila mereka kafir.[15]
Sebagian contoh Iradah Syar’iyah:
- Allah secara syar’i menghendaki dan menyukai seluruh manusia untuk beribadah kepada-Nya, tetapi secara kehendak kauni Allah menakdirkan ada sebagian manusia yang beriman dan sebagian manusia yang ingkar, Ada manusia yang melaksanakan salat dan ada yang meninggalkan salat.
- Allah secara syar’i menghendaki manusia untuk berbuat jujur, maka ada sebagian manusia yang berbuat jujur dan Allah menyenanginya.
Penerapan kedua jenis kehendak Allah
Kehendak Allah bisa terjadi dan terpenuhi dalam kedua sisinya (secara Kauni dan Syar’i). Dan kadang kala hanya terjadi secara Kauni tapi tidak secara syar’i, yang mana tidak terjadinya kehendak syar’i tersebut adalah atas karena kehendak Kauni Allah.[16][17] Penerapan yang terjadi di alam ini misalnya:
- Berkumpulnya (terpenuhi keduanya) Iradah Kauni dan Iradah Syar’i
- Secara Kauni, Allah menghendaki berimannya para penyihir Fir’aun karena hal itu telah dan memang terjadi, secara syar’i Allah memerintahkan seluruh manusia untuk beriman melalui dakwah Nabi-nabinya, dalam hal ini Nabi Musa dan Harun.
- Terjadinya kehendak Kauni namun tidak terpenuhinya kehendak Syar’i, di antaranya:
- Allah secara syar’iyah menghendaki berimannya seluruh manusia termasuk Fir’aun, oleh sebab itu Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Firaun, tetapi secara kauniyah Allah tidak menghendaki Fir`aun untuk beriman maka Firaun ditakdirkan menolak dakwah Nabi Musa dan harun.
- Orang yang mati karena bunuh diri adalah ketetapan (takdir) dan kehendak Allah secara Kauni yang pasti terjadi. Namun secara syar’i Allah telah melarang manusia untuk melakukan bunuh diri dan mengancam pelakunya dengan Neraka, dan Allah juga memberikan manusia tersebut pilihan dan kemampuan untuk melakukan atau membatalkan perbuatannya.
Perkataan ulama
Ibnu Qudamah berkata, “Para Imam pendahulu dari kalangan umat Islam telah ijma’ (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha’ dan qadar Allah yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera dan ini merupakan anugerah yang Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara. Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya.”[18]
Komentar
Posting Komentar