DZULQARNAIN PENGUASA YANG ADIL
Bila kita perhatikan ayat-ayat dalam al-Quran niscaya, kita dapati saat membahas masalah hak untuk memberikan kepemimpinan, kekuasaan dan kerajaan, Allâh Azza wa Jalla menyandarkan hal itu hanya kepada-Nya. Karena memang hanya dengan kehendak-Nya, seorang hamba diangkat menjadi pemimpin. Dia Azza wa Jalla menetapkan dan mencabut kekuasaan dari seseorang. Dan sesungguhnya para penguasa, ada waktu dan masanya. Seandainya seluruh manusia di muka bumi sepakat untuk mengkudeta pemimpinnya, mereka tidak akan bisa melakukan itu hingga Allâh Azza wa Jalla sendiri yang menghendaki masa jabatannya habis, karena Allâh Azza wa Jalla menetapkan dan mencabut kekuasaan seseorang berdasarkan sifat hikmah-Nya yang agung.[1]
Dzulqarnain, diantara orang yang telah Allâh Azza wa Jalla beri kekuasaan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.
Ahlul kitab atau kaum musyrikin bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kisah Dzulqarnain. Lalu Allâh Azza wa Jalla memerintahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan, ‘Aku akan bacakan kepada kalian cerita tentangnya sebagai pelajaran.’ Artinya, di dalamnya terdapat berita yang bermanfaat dan pembicaraan yang menakjubkan yaitu saya akan bacakan untuk kalian tentang keadaannya yang bisa mengingatkan kalian serta sebagai pelajaran. Adapun yang tidak ada pelajaran darinya maka tidak dikabarkan kepada kalian.[2]
Al-Qur’an dalam memaparkan kisah yaitu tidak menjelaskan secara rinci semua perkara yang tidak mengandung pelajaran atau hikmah yang bisa dipetik dan cukup dengan isyarat atas kandungan pelajaran dan nasehat di dalamnya.[3]
Dalam kisah Dzulqarnain ini terdapat ‘ibrah yang bisa kita ambil, terutama untuk para pemimpin. Ibrah dalam masalah keimanan, keadilan, kebijaksanaan dan perhatian terhadap rakyatnya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman [Yusuf/12:111]
DZULQARNAIN RAJA SHALIH YANG BERIMAN
Dia adalah seorang hamba yang shalih yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala anugerahi kekuasaan di bumi dan Allâh juga memberikannya ilmu dan hikmah serta Allâh Azza wa Jalla pakaikan kewibawaan padanya, walaupun kita tidak tahu siapakah dia.
Ibnu Katsir rahimahulah mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar dan segala sesuatu yang ada untuk seorang raja, berupa kekuasaan, tentara, peralatan perang dan sarana prasarana yang memadai. Dengannya, dia bisa mengusai dunia, bagian timur maupun baratnya, dan dia menaklukkan berbagai negeri serta menundukkan para penguasa lainnya. Sehingga semua orang berkhidmat untuk kerajaannya. Oleh karena itu, sebagian Ulama berpendapat mengapa dia digelari Dzulqarnain karena kekuasaannya meliputi tempat terbit dan tempat terbenam yaitu timur dan barat bumi.” [4]
Dalam al-Qur’an, dikisahkan tentang tiga perjalanan yang dilakukan Dzulqarnain. Pada setiap perjalanannya ada ibrah atau pelajaran. Berikut kisah perjalanan Dzulqarnain.
PERJALANAN PERTAMA : DZULQARNAIN TIBA DI ARAH TERBENAMNYA MATAHARI YAITU ARAH BARAT
1. Dzulqarnain mempunyai kemampuan dan kemauan
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kekuasaan dan memantapkan pengaruhnya di segenap penjuru bumi.
فَأَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٥﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْمًا
Maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat.[Al-Kahfi/18:85-86]
Allâh Azza wa Jalla memudahkan jalan baginya untuk menaklukkan banyak daerah dan kampung serta menaklukkan negeri-negeri dan tempat-tempat yang lainnya, serta mampu mengalahkan para musuh dan menaklukkan para raja penguasa, serta merendahkan ahlu syirik. Sungguh dia telah diberi segala sesuatu sebagai jalan yang memudahkannya untuk melakukan semua itu.Wallahu a’lam.[5]
Dzulqarnain menggunakan sebab-sebab yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan itu, sesuai dengan fungsinya dan dia mempunyai kemampuan dan kemauan. Karena tidak setiap orang yang mempunyai suatu sebab (jalan kemudahan), lalu punya kemauan untuk menjalaninya, serta tidak setiap orang mampu untuk menjalani sebab itu. Sehingga, ketika kemampuan untuk menjalani sebab yang hakiki dan kemauan untuk menjalaninya berpadu, maka tujuan akan tercapai. Apabila keduanya tidak ada atau salah satunya tidak ada, maka tujuan tidak akan tercapai.
Sebab-sebab atau faktor-faktor yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada Dzulqarnain tidak diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla maupun Rasul-Nya kepada kita, juga tidak ada nukilan para ahli sejarah tentang itu. Maka, seyogyanya kita juga diam, tidak membicarakannya. Namun secara umum kita tahu bahwa faktor-faktor tersebut kuat dan banyak, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Dia punya pasukan yang besar dan perlengkapannya, serta diatur dengan baik. Dengan pasukannya, dia mampu mengalahkan para musuh, hingga sampai ke belahan timur, barat maupun segenap penjuru bumi. [6]
2. Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allâh yang adil lagi berilmu. Dia mendapatkan ridha Allâh Azza wa Jalla dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا ﴿٨٦﴾ قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَابًا نُكْرًا ﴿٨٧﴾ وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا
Kami berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’ Dzulqarnain mengatakan, ‘Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’.” [Al-Kahfi/18:86-88]
Allâh Azza wa Jalla telah memberi kekuasaan kepadanya dan menyerahkan keputusan hukuman terhadap mereka. Dia bisa menahan, membunuh atau berbuat baik dan melepaskan mereka. Karena Allâh Azza wa Jalla mengetahui keadilannya dan keimanannya. Ini tampak dari keputusan yang diambilnya yaitu orang yang zhalim dan terus berada dalam kezhaliman, kekufuran dan kesyirikan akan disiksa, kemudian jika dia kembali kepada Rabbnya maka akan diadzab dengan adzab yang pedih. Adapun orang yang beriman, dia akan mendapatkan surga serta kedudukan yang baik di sisi Allâh pada hari kiamat.[7]
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla, yang artinya,“Kami berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka’.” yakni, engkau bisa menghukum mereka dengan membunuh, memukul, atau menawan mereka dan semacamnya, atau engkau bisa berbuat baik kepada mereka. Dzulqarnain diberi dua pilihan, karena –yang nampak– kaum itu adalah orang kafir atau fasik, atau memiliki sebagian sifat-sifat tersebut, karena bila mereka kaum yang beriman, tentu Allâh Azza wa Jalla tidak mengizinkan Dzulqarnain menyiksa mereka.
Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain memiliki as-siyâsah asy-syar’iyyah yang menjadikannya berhak mendapatkan pujian dan sanjungan, karena taufiq yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya. lalu dia menjadikan mereka dua bagian:
adapun orang yang aniaya.” yakni kafir. “maka kami kelak akan mengadzabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu dia mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya.” Yaitu; orang yang aniaya akan mendapatkan dua hukuman, hukuman di dunia dan di akhirat.
adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala terbaik sebagai balasan.” yakni sebagai balasannya, dia akan mendapatkan surga serta kedudukan yang baik di sisi Allâh Azza wa Jalla pada hari kiamat.
Baca Juga Kepemimpinan Yang Dipahami Dari Dalil-Dalil Syar’i Dan Ketetapan Para Ulama
“dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” yaitu, kami akan berbuat baik kepadanya, berlemah lembut dalam tutur kata, dan kami permudah muamalah baginya.
Ini menunjukkan bahwa Dzulqarnain termasuk raja yang shalih, wali Allâh yang adil lagi berilmu, di mana dia menepati keridhaan Allâh Azza wa Jalla dengan memperlakukan setiap orang sesuai dengan kedudukannya. [8]
PERJALANAN KEDUA : SAMPAINYA DIA KE BUMI BAGIAN TIMUR
3. Dzulqarnain Pemimpin yang menyeru kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala
Kemudian dia menempuh kembali perjalanannya dari arah terbenamnya matahari ke arah terbitnya matahari, dan setiap dia melewati suatu kaum maka dia akan menaklukkan dan mengalahkan mereka serta menyeru mereka kepada Allâh Azza wa Jalla. Apabila mereka menerima ajakannya, mereka akan dimuliakan dan jika tidak diterima seruannya, mereka akan dihinakan.[9]
Dia mengatakan, “Terimalah seruan kami! Hendaklah kalian beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, maka kalian akan mendapatkan balasan yang baik di akhirat di sisi Allâh Azza wa Jalla “[10]
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٨٩﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْرًا ﴿٩٠﴾ كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا
Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.[Al-Kahfi/18:89-91]
Dia mendapati matahari menyinari segolongan umat yang Allâh Azza wa Jalla tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang mereka diami dan tidak ada pepohonan untuk berteduh. Said bin Zubair mengatakan, “(Kehidupan) mereka sangat terbelakang (liar) , terpencil dan tempat tinggal mereka berpindah-pindah, kebanyakan penghidupan mereka dari mencari ikan.”[11]
Disana tidak ada pepohonan atau gunung atau bangunan yang bisa melindungi mereka dari sinar terik matahari, dan dikatakan mereka tidak memakai pakaian(telanjang).[12]
4. Dia melaksanakan perkara yang mendatangkan maslahat bagi rakyatnya, dan berusaha untuk menebarkan kebaikan di penjuru bumi.
Sesungguhnya dia seorang raja yang menguasai timur dan barat. Dia membantu orang yang beriman dan menyiksa para penyembah berhala, dan dia melaksanakan perkara yang mendatangkan maslahat bagi rakyatnya, dan berusaha untuk menebarkan kebaikan di penjuru bumi. Ini diisyaratkan dalam ayat secara umum sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla , “Dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami’” dan dijelaskan secara langsung diakhir kisah, tentang Dzulqarnain yang membuat benteng pembatas. Juga sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya, “Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.” maka seakan ada isyarat bahwa dia Dzulqarnain membantu orang-orang itu dengan mendirikan bangunan yang dapat melindungi badan mereka dari sinar terik matahari, atau memberikan pakaian dan penutup kepada mereka. Ini terpahami dari konteks ayat.[13]
Penafsiran yang lain, orang-orang ini diperlakukan sama seperti orang-orang yang ada di bagian barat yaitu yang kafir (tidak mau beriman) diantara mereka akan mendapatkan siksa sedangkan yang mau beriman akan diperlakukan baik.[14]
5. Pujian Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada Dzulqarnain, karena kebaikan dan sebab- sebab agung yang ada padanya.
Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Demikianlah. Sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.” (Al-Kahfi/18:91). Maksudnya, Kami mengetahui kebaikan dan sebab-sebab agung yang ada padanya, dan ilmu Kami selalu bersamanya, kemanapun ia berjalan.
Allâh Azza wa Jalla maha mengetahui semua keadaannya dan keadaan bala tentaranya, tidak ada yang tersembunyi sedikitpun bagi Allâh Azza wa Jalla walaupun berbeda-beda umat, terpencar dan terpisah-pisah di seantero bumi. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَىٰ عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ
Sesungguhnya bagi Allâh tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.[Ali Imran/3:5]
PERJALANAN KETIGA : DZULQARNAIN KE DAERAH YA’JUJ DAN MA’JUJ DAN PEMBUATAN DINDING PEMBATAS
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا ﴿٩٢﴾ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْمًا لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا ﴿٩٣﴾ قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰ أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata, “Hai Dzulqarnain! Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” [Al-Kahfi/18:92-94]
6. Allâh memberikan Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga dia bisa faham bahasa asing kaumnya
Para ahli tafsir mengatakan bahwa Dzulqarnain pergi dari arah timur menuju ke arah utara, hingga akhirnya beliau sampai di antara dua dinding penghalang. Kedua dinding penghalang itu adalah rantai pegunungan yang dikenal pada masa itu, yang menjadi penghalang antara Ya`juj dan Ma`juj dengan manusia. Di hadapan kedua gunung itu, dia menemukan suatu kaum yang hampir-hampir tidak bisa memahami pembicaraan, karena bahasa mereka sangat asing serta akal dan hati mereka tidak bagus. Namun, Allâh Azza wa Jalla memberikan Dzulqarnain sebab-sebab ilmiah sehingga dia bisa memaahami bahasa kaum itu dan dia bisa memahamkan mereka. Dia bisa berbicara kepada mereka dan mereka bisa berbicara kepadanya. Mereka kemudian mengeluhkan kejahatan Ya`juj dan Ma`juj kepada Dzulqarnain dan meminta agar Dzulqarnain membuatkan mereka dinding penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj agar mereka terhindar dari kerusakan yang dibuat Ya’juj dan Ma’juj. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu membangun dinding penghalang, dan mereka mengetahui kemampuan Dzulqarnain untuk membangunnya. [15]
7. Dzulqarnain bukan orang yang tamak, dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun dia juga tidak meninggalkan usaha perbaikan keadaan rakyat.
Saat meminta tolong kepada Dzulqarnain, mereka berjanji akan memberinya upah. Dzulqarnain bukan orang yang tamak, dia tidak memiliki keinginan terhadap harta dunia. Namun dia juga tidak meninggalkan usaha perbaikan keadaan rakyat, hahkan tujuannya adalah perbaikan. Sehingga dia memenuhi permintaan mereka karena kemaslahatan yang terkandung di dalamnya. Dia tidak mengambil upah dari mereka.[16]
Ibnu Jarir dari Atha dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, “(Mereka berjanji akan memberikan) upah yang besar (ajran azhiman) yaitu dengan cara (masing-masing) mereka mengumpulkan harta benda yang mereka miliki untuk kemudian (mereka satukan) lalu diberikan kepada Dzulqarnain sebagai upah, sehingga dia bisa membuatkan benteng penghalang. [17]
8. Dzulqarnain mengajak partisipasi rakyatnya dalam membangun dinding pemisah, untuk kemaslahatan mereka.
قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا
Dzulqarnain berkata, “Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,[Al-Kahfi/18:95]
Baca Juga Arti Nasehat Kepada Para Pemimpin Kaum Muslimin
Kemudian Dzulqarnain dalam rangka menjaga diri dan agamanya serta mewujudkan kebaikan, ia mengatakan, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepadaku kekuasaan dan kedudukan yang itu lebih baik untukku daripada harta yang kalian kumpulkan untuk kalian berikan kepadaku. Namun, bantulah aku dengan kekuatan tenaga dan perbuatan kalian dan penyediaan alat-alat untuk membangunnya. [18] “Agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.” sebagai penghalang agar mereka tidak melintasi kalian.
آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا ﴿٩٦﴾ فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا
Berilah aku potongan-potongan besi”. hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain, “Tiuplah (api itu)”. hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata, “Berilah Aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. [Al Kahfi/18:96-97]
Mereka memberikan potongan-potongan besi kepada Dzulqarnain. Hingga ketika besi itu telah rata dengan dua gunung yang antara keduanya dibangun penghalang. “Dzulqarnain berkata, “Nyalakanlah api yang besar. Gunakanlah alat tiup agar nyalanya membesar, sehingga tembaga itu meleleh. Tatkala tembaga yang hendak dia tuangkan di antara potongan-potongan besi itu telah meleleh, , dia berkata berilah aku tembaga yang telah mendidih lalu tuang tembaga yang meleleh ke atas besi panas itu. Maka dinding penghalang itu menjadi luar biasa kokoh. Umat manusia yang berada di belakang menjadi aman dari kejahatan Ya`juj dan Ma`juj. Sehingga Ya`juj dan Ma`juj tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mendakinya karena tingginya penghalang itu. Tidak pula mereka bisa melubanginya karena kekokohan dan kekuatannya.
9. Dzulqarnain menyandarkan hasil kerjanya sebagai rahmat dari rabbnya, dan bersyukur kepada Rabbnya atas kekokohan dan kemampuannya.
قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي ۖ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
Dzulqarnain berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabbku, dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Rabbku itu adalah benar”.[Al Kahfi/18 :98]
Setelah melakukan perbuatan baik dan pengaruh yang mulia, Dzulqarnain menyandarkan nikmat itu kepada Pemiliknya. Dia berkata, “Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku.” (Al-Kahfi/18: 98) Maksudnya, merupakan karunia dan kebaikan-Nya terhadapku. Inilah keadaan para pemimpin yang shalih. Bila Allâh Azza wa Jalla memberikan kenikmatan yang mulia kepada mereka, bertambahlah syukur, penetapan, dan pengakuan mereka akan nikmat Allâh Azza wa Jalla .
Dzulqarnain berkata, “Maka apabila sudah datang janji Rabbku akan keluarnya Ya`juj dan Ma`juj, Dia menjadikan dinding penghalang yang kuat dan kokoh itu (hancur luluh), dan runtuh. Ratalah dinding itu dengan tanah. “Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Al-Kahfi/18:98]
Sebagaimana firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
حَتَّىٰ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ
“Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” [Al-Anbiya/21: 96][19]
FAEDAH DARI KISAH[20]
Allâh mengangkat derajat sebagian manusia atas sebagian yang lain dan memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki berupa kekuasaan dan harta, karena Dia yang maha kuasa dan yang mengetahui semua hikmah yang tersembunyi.
Isyarat untuk melakukan sebab, sebagaimana sunatullah dalam kauniyah-Nya dengan bersungguh-sungguh berusaha dan bekerja maka akan tercapai tujuan. Kadar keberhasilan seseorang berbanding lurus dengan kadar kesungguh-sungguhannya.
Semangat dalam melakukan perkara yang penting serta berusaha menghilangkan rintangan , tetap semangat dan tidak putus asa dalam mencapai tujuan.
Siapa yang berkuasa maka tidak seharusnya dia mabuk kepayang dengan kekuasaannya, serta tidak semena-mena menggunakan kekuasaannya untuk menyiksa dan menghukum orang yang dia mau. Dia harus memperlakukan orang yang baik dengan cara baik dan bersikap tegas terhadap orang yang jahat. Dengannya, dia bisa memberikan rasa keadilan kepada rakyatnya.
Seorang penguasa hendaknya menjaga diri dari harta rakyatnya dan tidak menerima imbalan dari pekerjaan yang dia lakukan selama dia telah dicukupkan oleh Allâh Azza wa Jalla , karena dengan sikap itu dia menjaga kehormatannya dan akan menambah kecintaan rakyat kepadanya.
Mengungkapkan kenikmatan yang telah Allâh Azza wa Jalla berikan adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada-Nya. Dan menunjukkan kelemahan seorang hamba karena dia tidak akan mampu kecuali atas pertolongan-Nya. Sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman: “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” [An-Naml/27:40]
Terbukanya atau hancurnya dinding pembatas yang dibuat oleh Dzulqarnain serta keluarnya Ya’juj dan Ma’juj salah satu diantara tanda kiamat besar.
Mengingat negeri akhirat dan fananya dunia akan menjadikan seseorang bersungguh-sungguh menyiapkan bekal untuk alam yang kekal abadi dan kenikmatan yang langgeng selamanya.
Pelajaran akan abadinya amalan yang baik dan atsar perbuatan yang mulia. Sebagaimana yang dikisahkan dalam ayat yang mulia ini, maka kebaikan Dzulqarnain berupa kebaikan akhlaknya, keberanian, keluhuran cita-citanya, menjaga kehormatan diri, keadilan dan usahanya mengokohkan keamanan dan memberi kebaikan kepada orang baik serta memberi hukuman orang zhalim, perbuatannya itu tetap dipuji dan diabadikan walaupun orangnya telah tiada.
Hendaknya seorang pemimpin mengupayakan keamanan bagi rakyatnya, menjaga mereka, mencegah dari kejelekan, menutup kekurangan dan memperbaiki mereka, menjaga harta mereka, mengarahkan kepada yang bermanfaat untuk mereka, dan menjaga hak-hak rakyatnya yang berada di bawah kekuasaan dan pengawasannya.
Untuk mencapai kemaslahatan, kebaikan dan keamanan bersama maka seorang pemimpin membutuhkan partisipasi dari rakyatnya
Hendaklah nikmat-nikmat yang besar tidak menjadikan seseorang congkak dan sombong. Sebagaimana kesombongan Qarun ketika dia berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” [Al-Qashash/28:78]
_______
Footnote
[1] Lihat pembahasannya dalam Kamâ Takûnû Yuwallâ ‘alaikum, hlm. 106-113, Syaikh Abdulmalik Ramadhani hafizhahullah.
[2]Taisîr Karîmir Rahman, Tafsir surat al-Kahfi, ayat ke-83, hlm. 653, Syaikh as-sa’di, Jum’iyah Ihyâ at Turâts al-Islâmî.
[3] Taisîrul Manân Fî Qishashil Qur’an, hlm. 416, Ahmad Farîd, Dâr Ibnil Jauzi.
[4] Lihat Taisîrul Manân Fî Qishashil Qur’an, hlm. 418-419
[5] Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 103, Darul Kutub al-Ilmiyah
[6] Lihat Taisîr Karîmir Rahman, Surat al-Kahfi ayat ke-84 s/d 85, hlm. 654, Syaikh as-sa’di, Jumiyah Ihya at-Turats al-Islami.
[7] Lihat Tafsîr Ibnu katsir, hlm. 105, Darul Kutub al-Ilmiyah.
[8] Lihat Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 654
[9] Tafsir Ibnu katsir, hlm. 105
[10] Lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 419
[11] Lihat Tafsîr Ibnu Katsir, hlm. 105, Surat al-Kahfi ayat ke-90
[12] lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 421
[13] Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 418
[14] Lihat Taisîrul Manân fî Qishashil Qur’an, hlm. 421
[15]Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 655
[16]Taisîr Karîmir Rahman, hlm. 655
[17] Lihat Tafsir Ibnu Katsir hlm :106; Darul Kutub al-Ilmiyah
[18] Tafsir Ibnu Katsir; hal 106; Darul Kutub al-Ilmiyah
[19] diringkas dari Taisir al-Karimirrahman; Tafsir Surat al-Kahfi:96-98; Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di.
[20] Diringkas dengan perubahan dari Taisirul Manân Fii Qishashil Qur’an; hlm;427-429; Ahmad Farîd; Dâr Ibnil Jauzi.
Komentar
Posting Komentar