Langsung ke konten utama

NIKAH MUT'AH

Padahal Nikah Mut’ah Dilarang Hingga Hari Kiamat

Tahu bagaimanakah nikah mut’ah yang dilariskan orang Syiah (Rafidhah) ternyata adalah nikah yang diharamkan sampai hari kiamat?

 

[Hadits #998]

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ – رضي الله عنه – قَالَ : – رَخَّصَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَامَ أَوْطَاسٍ فِي اَلْمُتْعَةِ , ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ , ثُمَّ نَهَى عَنْهَا – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallampernah memberi kelonggaran untuk nikah mut’ah selama tiga hari pada tahun Awthas (tahun penaklukan kota Makkah). Kemudian beliau melarangnya.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1405]

[Hadits #999]

وَعَنْ عَلَيٍّ – رضي الله عنه – قَالَ : – نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ اَلْمُتْعَةِ عَامَ خَيْبَرَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang nikah mut’ah pada waktu perang Khaibar.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5115, 5523 dan Muslim, no. 1407]

Tambahan hadits dalam naskah lainnya.

Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah mut’ah pada wanita, dan melarang memakan keledai piaraan pada perang Khaibar. (Diriwayatkan oleh yang tujuh selain Abu Daud).

Dari Rabi’ bin Saburah, dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi perempuan dengan mut’ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan cara itu hingga hari kiamat. Maka barangsiapa yang masih mempunyai istri dari hasil nikah mut’ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan mengambil apa pun yang telah kamu berikan padanya.” (Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

 

Keterangan Hadits

 

Maksud dari rakkhasha adalah membolehkan.

Disebut dalam hadits tahun perang Awthas, di mana Awthas adala nama lembah yang ada di diyar Hawazan yang termasuk lembah Thaif dekat dengan Hunain. Perang Awthas terjadi setelah Fathul Makkah, yaitu terjadi pada Syawal tahun delapan hijriyah. Sedangkan Fathul Makkah (penaklukkan kota Makkah) terjadi pada Ramadan tahun delapan hijriyah.

Perang Khaibar sendiri terjadi pada Muharram tahun tujuh Hijriyah sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dari Ibnu Ishaq, juga Ibnul Qayyim menyatakan bahwa inilah pendapat jumhur ulama.

Mut’ah secara bahasa berarti mendapatkan manfaat dan kelezatan. Yang dimaksud di sini adalah menikahi seorang wanita pada masa tertentu dengan harta tertentu. Jika masa kontraknya telah selesai maka terjadi perpisahan tanpa ada talak. Dinamakan mut’ah karena si wanita mendapatkan kesenangan dengan harta yang diberi oleh pria. Sedangkan laki-laki mendapatkan manfaat dengan syahwatnya yang tertunaikan, tanpa maksud memiliki anak atau menggapai tujuan nikah lainnya.

 

Faedah Hadits

 

Pertama: Nikah mut’ah dihukumi haram, akadnya rusak (fasid) karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya. Larangan yang dimutlakkan semacam ini konsekuensinya diharamkan dan rusak.

Kedua: Hikmah diharamkannya nikah mut’ah.

  1. Di antara maksud dan tujuan nikah adalah untuk bersatu, mempersiapkan generasi yang saleh. Sedangkan dalam nikah mut’ah tidak didapati seperti itu sama sekali. Karena maksud dari nikah mut’ah hanya sebatas memenuhi syahwat saja.
  2. Nikah mut’ah itu bermakna ijarah (kontrak atau sewa) karena akadnya berlangsung hingga ketetapan waktu tertentu. Nikah mut’ah sama saja dengan akad kontrak untuk hubungan intim selama jangka waktu tertentu. Kita sebagai orang awam pun memandang kontrak semacam ini sama saja dengan pelacuran dan jelas tidak boleh. Nikah mut’ah sejatinya adalah mengontrak kemaluan sebagaimana barang yang disewa, dan ini bisa berpindah dari satu orang ke orang yang lain.
  3. Dalam nikah mut’ah, nasab anak bisa jadi bercampur.
  4. Diharamkannya nikah mut’ah termasuk dalam bab saddudz dzarra’i, menutup pintu agar tidak terjadi kerusakan lebih parah dan dilarangnya mut’ah untuk mencegah perzinaan, sebagaimana hal ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim.

Ketiga: Pembolehan nikah mut’ah sudah mansukh (dihapus). Nikah mut’ah diharamkan hingga hari kiamat.

Keempat: Orang Rafidhah (Syiah) yang menyatakan halalnya nikah mut’ah terbantahkan dengan hadits Ali sendiri yang mereka agungkan, dan bahkan mereka sembah. Adapun dalil bolehnya adalah dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, itu pun masih dianggap boleh layaknya bangkai yaitu ketika darurat saja. Bisa juga dipahami dari riwayat Ibnu ‘Abbas bahwa ketika ia memandang kalau orang-orang bergampang-gampangan dengan fatwa beliau, akhirnya beliau rujuk dari fatwanya.

Sedangkan Ibnu ‘Abdil Barr menganggap lemahnya riwayat yang membicarakan tentang rujuknya Ibnu ‘Abbas. Kalau memang hadits yang membicarakan haramnya nikah mut’ah sudah jelas, maka kita sudah tidak bisa beralasan dengan perkataan siapa pun.

Kelima: Para ulama sepakat akan haramnya nikah mut’ah, mereka hanya berbeda pendapat mengenai kapan nikah mut’ah itu dilarang. Dalam hadits Ali disebutkan bahwa nikah mut’ah dilarang pada perang Khaibar, tahun tujuh Hijriyah. Sedangkan pada hadits Salamah bin Al-Akwa’, nikah mut’ah dilarang pada tahun perang Awthas, yaitu Syawal tahun delapan Hijriyah. Ada dua jawaban untuk hal ini:

  1. Perbedaan tentang waktu pengharaman nikah mut’ah tidaklah berpengaruh pada hukum diharamkannya nikah mut’ah yang sudah disepakati.
  2. Hadits Salamah dan hadits Saburah tidak ada perbedaan signifikan. Perawi memutlakkan tahun penaklukkan kota Makkah untuk tahun perang Awthas karena tahun perang Awthas sama dengan tahun Fathul Makkah (penaklukkan kota Makkah). Fathul Makkah terjadi pada bulan Ramadan tahun delapan Hijriyah. Sedangkan perang Awthas terjadi pada Syawal tahun delapan Hijriyah. Yang dimaksud di sini adalah keringanan mut’ah terjadi pada tahun perang Awthas dan bukan terjadi saat perang Awthas.

Adapun hadits ‘Ali bin Abi Thalib bahwa nikah mut’ah terjadi pada tahun perang Khaibar ( 7 H), padahal hadits Saburah menunjukkan nikah mut’ah diharamkan pada tahun Fathul Makkah (8 H), maka komprominya ada dua cara:

  1. Pengharaman pada tahun perang Khaibar (7 H) pada hadits ‘Ali, lalu pada tahun perang Awthas (8 H) dibolehkan mut’ah karena ada hajat, lalu diharamkan selamanya setelah itu. Berarti pengharaman ini terjadi dua kali. Inilah pendapat dari Imam Nawawi Syarh Shahih Muslim dan Syaikh Asy-Syinqithi dalam Adhwa’ Al-Bayan.
  2. Pengharaman nikah mut’ah terjadi pada tahun Fathul Makkah (8 H), sebelumnya masih dibolehkan. Dan dianggap pada tahun perang Khaibar (7 H) tidak terjadi peperangan.

 

 

Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram.Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 7:258-264.

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Kesenjangan Sosial: Bentuk, Faktor, Dampak, dan Solusinya

Pengertian Kesenjangan Sosial: Bentuk, Faktor, Dampak, dan Solusinya  Kesenjangan sosial merupakan suatu kondisi dimana ada hal yang tidak seimbang di dalam kehidupan masyarakat. Entah itu secara personal maupun kelompok. Dimana ada ketimpangan sosial yang terbentuk dari sebuah ketidakadilan distribusi banyak hal yang dianggap penting oleh masyarakat. Kesenjangan tersebut seringkali dikaitkan dengan adanya suatu bentuk perbedaan yang sangat nyata serta dapat dilihat dalam segi keuangan masyarakat, seperti kekayaan harta. Terlebih untuk hal kesenjangan dalam bidang ekonomi. Sekarang ini sangat mudah dilihat dari adanya potensi serta peluang yang tidak sama dalam posisi sosial di masyarakat. Selain hal di atas, kesenjangan juga dapat dilihat dari adanya ketidaksetaraan antara barang, jasa, hukum, dan kesempatan yang didapatkan oleh setiap individu. Pengertian Kesenjangan Sosial Menurut Para Ahli Supaya kita lebih memahami apa arti kesenjangan sosial. Maka Penulis akan memberikan informas

Islam Dan Pancasila

Islam Dan Pancasila Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Membuat kategori antara Islam dan Pancasila sebagaimana dalam judul tulisan ini sebenarnya kurang tepat. Ketika membuat kategori dengan menyebut Islam, maka yang seharusnya disebut pula adalah jenis agama lain, misalnya Hindu, Budha, Kristen, Katholik, dan seterusnya. Sementara itu, ketika menyebut pancasila, maka yang disebut lainnya, agar kategori itu sekufu, adalah sosialis, komunis, liberalis, dan lain-lain. Islam adalah sebuah agama, sementara itu Pancasila adalah merupakan filsafat hidup dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dalam negara Pancasila, Islam bisa hidup dan berkembang, bahkan sangat diperlukan. Demikian pula, konsep Pancasila akan menjadi semakin jelas ketika masyarakatnya menjalankan agamanya masing-masing. Mendasarkan pada konsep Pancasila, negara berkepentingan menjadikan rakyatnya beragama. Itulah sebabnya sekalipun negara ini bukan berdasarkan agama, tetapi menghendaki agar rakyatnya menjalanka

Pengertian Masyarakat Serta Ciri dan Unsur - Unsurnya Menurut Para Ahli

Pengertian Masyarakat Menurut Para Ahli Serta Ciri & Unsur-Unsurnya Ada beragam pengertian masyarakat menurut para ahli sosiologi dan antropologi. Selain itu, setidaknya ada 6 ciri-ciri masyarakat. Berikut selengkapnya. Pengertian masyarakat dalam ilmu sosial bisa dilihat dalam penjelasan sejumlah ahli, baik dari disiplin ilmu antropologi maupun sosiologi. Manusia hidup beriringan dengan kebudayaan. Dengan berkelompok, manusia berhasil membentuk satuan sosial-budaya yang kemudian mendapat sebutan masyarakat. Istilah "masyarakat" berasal dari bahasa Arab, yakni berakar dari kata " syaraka"  yang berarti "ikut serta, berpartisipasi." Sementara di bahasa Inggris, istilah "masyarakat" disebut dengan " society " yang berasal dari kata latin "socius," berarti "kawan." Pengertian Masyarakat Salah satunya penjelasan ahli antropologi Indonesia, Koentjaraningrat. Dalam buku karyanya yang berjudul  Pengantar Ilmu Antropolog